Rabu, 21 Desember 2011

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI PEMASANGAN SELANG WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

A. Dasar Teori
1. Definisi
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara maupun cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomy
d. Efusi pleura
e. Emfiema
3. Tujuan pemasangan WSD
a. Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura.
b. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks.
c. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.
d. Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
4. Jenis-jenis WSD
a. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol.
b. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
c. Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol.
d. Unit drainage sekali pakai
 Pompa penghisap Pleural Emerson.
Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
 Fluther valve.
 Calibrated spring mechanism.
B. Asuhan Keperawatan Post Operasi Pemasangan Selang WSD
1. Perawatan pasca operasi pemasangan selang WSD.
a. Perhatikan undulasi pada sleng WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain
- Motor suction tidak berjalan
- Slang tersumbat
- Slang terlipat
- Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.
b. Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
c. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
d. Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yg keluar.
e. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.
f. Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
g. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat.
h. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
i. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
j. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang.
k. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
l. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan
m. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif.
n. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
o. Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
p. Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
2. Hal yang yang harus di perhatikan pada klien yang menggunakan WSD
a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg terkena & TTV stabil.
b. Observasi adanya distress pernafasan.
c. Observasi :
- Pembalut selang dada.
- Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang menggantung, bekuan darah.
- Sistem drainage dada.
- Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien.
- Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang.
- Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV & warna kulit.
- Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap digunakan
d. Posisikan klien :
- Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak).
- Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu.
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester.
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai.
h. Urut selang jika ada obstruksi.
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien
3. Cara mengganti botol WSD
a. Siapkan set yang baru.
b. Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan.
c. Selang WSD di klem dulu.
d. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem.
e. Amati undulasi dalam slang WSD
4. Indikasi Pencabutan selang WSD
Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :
a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
- Tidak ada undulasi.
- Cairan yang keluar tidak ada.
- Tidak ada gelembung udara yang keluar.
- Kesulitan bernafas tidak ada.
- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara.
- Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara.
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada slang.
5. Komplikasi yang mungkin muncul
 Primer
- Perdarahan
- Edema paru
- Tension pneumothoraks
- Atrial aritmia
 Sekunder
- Infeksi
- Empyema

6. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pasca oprasi pemasangan WSD
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru, Penumpukan sekret / mucus, Kecemasan,Proses peradangan.
- Resiko terjadi injury
- Nyeri akut b.d prosedur pembedahan, trauma jaringan, interupsi saraf, diseksi otot.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pembedahan, alat fiksasi infasif.
7. Pengkajian
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
a. Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik..
b. System pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
- Potency jalan nafas,  meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Perubahan pernafasan ( rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit  depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal  gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
- Auscultasi paru  keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
- Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Thorax Drain.
Sistem Cardiovasculer.
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tuiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung  depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat  shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer ( j\kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas.
Homan’s saign  trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah ( edema , kemerahan, nyeri).
d. Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
- Ukur cairan  NG tube, out put urine, drainage luka.
- Kaji intake / out put.
- Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
e. Sistem Persyarafan.
- Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran  semua klien dengan anesthesia umum.
- Klien dengan bedah kepala leher :  respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum  depresi fungsi motor.
f. Sistem perkemihan.
- Kontrol volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
- Anesthesia , infus IV, manipulasi operasi  retemnsio urine.
- Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam  komplikasi ginjal.

g. Sistem Gastrointestinal.
- Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suarar usus.
- Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung.
 Meningkatkan istirahat.
 Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
 Memonitor perdarahan.
 Mencegah obstruksi usus.
 Irigasi atau pemberian obat.
Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

h. Sistem Integumen.
- Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid.
- Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
- Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
• Infeksi luka.
• Diostensi dari udema / palitik ileus.
• Tekanan pada daerah luka.
• Dehiscence.
• Eviscerasi.
i. Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, ( Jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi).Dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan.

j. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis.
Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.

k. Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi .
Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi pot operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap


8. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan ( NOC ) Intervensi ( NIC )
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru, Penumpukan sekret / mucus, Kecemasan,Proses peradangan.
Pola nafas efektif.
Kriteria :
 Frekuensi nafas dalam rentang normal
 Suara paru jelas dan bersih.
Berpartisipasi dalam aktivitas. • Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.
• Posisikan klien dada posisi semi fowler.
• Kaji pernafasan selama tidur.
• Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas.
• Observasi pola batuk dan karakter sekret.
• Dorong dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Kolaborasi:
• Berikan oksigen tambahan.
• Berikan humidifikasi tambahan.
• Cek ruang kontrol suction untuk jumlah cairan yang keluar dengan tepat ( untuk batas air dinding regulator terpasang dengan benar).
• Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan pada batas yang telah ditetapkan.
• Observasi gelembung udara pada botol WSD.
• evaluasi gelembung udara yang terjadi.
• Tentukan lokasi kebocoran pada pasien atau WSD ( dengan memasang klem pada selang kateter toraks distal ) dengan sedikit ditarik keluar.
• Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD.
• Monitor untuk undulasi abnormal dan catat apabila ada perubahan yang menetap atau sementara.
• Evaluasi apakah perlu tube tersebut dilakukan pengurutan.
• Atur posisi sistem drainage agar berfungsi seoptimal mungkin, misalnya sisakan panjang selang pada tempat tidur, yakinkan bahwa selang itu tidak kaku dan menggantung di atas WSD, keluarkan akumulasi cairan bila perlu.
2. Resiko terjadi injury berhubungan dengan pemasangan selang WSD.

• mengenal tanda-tanda komplikasi.
• pencegahan lingkungan / bahaya fisik lingkungan.

• Review dengan pasien akan tujuan / fungsi drainege, catat/ perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa.
• Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya.
• Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli.
• Lengkapi dengan alat transportasi yang aman bila dibawa ke lain unit untuk pemeriksaan diagnostic.
• Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut.
• Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh.
• Kaji perubahan yang terjadi, catat ; beri tindakan perawatan jika :
- perubahan suara bubling
- kebutuhan O2 yang tiba-tiba
- nyeri dada
- lepasnya selang
• Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan.


3. Nyeri akut b.d prosedur pembedahan, trauma jaringan, interupsi saraf, diseksi otot.

Nyeri berkurang
Kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan tidak ada nyeri
- Tidak merintih, menangis
- Ekspresi wajah rileks
- Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi,
- klien dapat istirahat dengan cukup.
- Skala nyeri sedang • Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri.
• Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.
• Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.
• Rawat luka secara teratur daan aseptik.
• Berikan analgesic sesuai indikasi.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pembedahan, alat fiksasi infasif.
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial.
Kreteria:
• Tidak ada tanda – tanda infeksi.
• Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,
• bebas drainage purulen atau eritema, dan demam.
• Implementasikan tindakan untuk mencegah infeksi:
- Rawat luka dengan teknik steril
- Tingkatkan intake cairan 2-3 liter/hari
- Tingkatan nutrisi dengan diet TKTP
- Gunakan pelunak feses bila terdapat konstipasi.

• Berikan antibiotika sesuai program medis.

• Pantau tanda-tanda radang: panas, merah, bengkak, nyeri, kekakuan.